Senin, 01 September 2014

Pelajaran berharga dari sebuah Twiter "Berdamai dengan Tuhan"

Kali ini pengen nulis yang "agak" ada manfaatnya. Kalau tidak untuk orang lain, ya.... paling gak, bisa bermanfaat buat diri saya sendiri.



Cerita diawali dengan lingkungan saya sendiri yang dari jaman kecil sampai detik ini saya menulis, alhamdulillah dikaruniai banyak sekali teman dan beberapa di antaranya bahkan seperti saudara sendiri. Sekilas, memiliki banyak teman adalah sesuatu hal yang mainstream, banyak orang yang akan mengatakan hal yang sama. Namun menjadi berbeda ketika saya pernah berteman dengan siapapun yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Dari teman yang suka main game, kutu buku, gila olahraga, suka hura-hura, undercover, para soleh dan solehah. Atau dari keluarga baik-baik sampai yang brokenhome, dari yang konservatif sampai yang liberal, dari yang agamis sampai atheis, dari yang peduli sampai yang berpikiran #mindYourOwnBussines.


Setidaknya, dari pengalaman memiliki setumpuk teman, ada bermacam-macam cerita yang saya dapatkan. Tentang seorang sahabat kecil yang dari keluarga kaya raya, namun mendadak menjadi keluarga yang mungkin terlihat serba kekurangan ditambah keluarga yang tak utuh. Adalagi cewek berjilbab yang openminded, pintar dan komunikatif, materi yang cukup, namun selalu kawatir dengan masalah percintaan. Atau seorang pria yatim piatu yang kerja di retail di Jakarta dengan gaji dibawah UMR namun bisa kuliah dengan biaya sendiri. Atau seorang mahasiswa kedokteran, tampang bule, hasil didikan negeri Rusia, anak seorang terkemuka, namun lebih nyaman kesana kemari naik angkot dan kos di kamar ukuran 3x3 meter. Atau pemuda dewasa dari keluarga yang punya, punya rumah, punya apartemen, namun divonis sakit yang susah sekali disembuhkan, kanker misalnya? Atau kisah teman dekat yang hanya lulusan SMA, dari kampung di Jakarta, mengawali karir sebagai penjaga pintu sebuah retail dan sekarang menjadi seorang Operational Manager. Atau seorang teman dari desa yang terlanjur larut dengan kehidupan showbiz di ibukota, yang terlanjur menuntutnya harus sanggup memakai pakaian yang bermerek, pergaulan kelas atas, padahal pendapatan gak gedhe-gedhe amat. Atau rekan yang pintar, peraih medali perak olimpiade sains, bekerja di perusahaaan internasional, namun susah sekali untuk berkomitmen. Atau seorang teman yang keliatannya sanggup mempertahankan ke-istiqomah-annya? Dan ini yang paling parah, teman yang diberi keberuntungan oleh Tuhan, tapi masih suka mengeluh dan mengeluh, sampai saya sendiri mau muntah mendengar dia mengeluh? hehe..... maaf ya kawan kalo ada yang merasa kecatut di tulisan saya.

Pada intinya, ada banyak cerita yang saya dengar dari mereka. Yang terlihat bahagia, ternyata menangis di hadapan saya. Yang terlihat tersiksa, justru bahagia dan bersyukur dengan apa yang diperolehnya. Ada pula yang entah gak tau apa tujuan hidupnya. Bahkan ada yang terpaksa "menjual diri" demi hidup yang diinginkannya. Mereka yang berpikiran rasional, tau benar hidup seperti apa. Bagi yang gagal, mengeluh akan menjadi hal yang biasa, mereka tak bisa melihat kehidupan dari sudut pandang yang berbeda, karena terjebak dengan dilema kehidupan yang ada di depan matanya saja.

Kembali kepada twitter, tetiba saya membaca twit seorang pablic figure yang dulu kenyang dengan gemerlap kehidupan namun kini memutuskan untuk berhijab. Bukan tentang hijabnya yang saya bahas. Namun dalam sebuah pernyataan, dia berkata:
"Aku tau mungkin aku pernah salah, pernah terpuruk, dan semuanya terlihat menyenangkan. Hingga akhirnya aku sadar, apa yang aku mau tak kudapatkan, seperti pernikahan yang sempurna, kebahagiaan hati, atau ketenangan hidup. Hingga akhirnya aku sampai pada suatu titik yang terburuk, yang membuatku kembali bangkit seperti sekarang. Aku damai sekarang, bahagia, selalu bersyukur atas apa yang ada disekitarku, dan yang pasti.... aku mengejar Tuhan. Aku berdamai dengan Tuhan karena dialah pemilik segalanya, sang maha Kuasa. Aku berdamai dengan diriku, karena pada akhirnya kulabuhkan seluruhnya kepada Tuhanku."


Entahlah, yang jelas perjalanan hidup beliau mencari kedamaian sangat menginspirasi di saat saya sendiri merasa aneh dengan warna-warni kehidupan yang kadang susah diterima akal. Setidaknya ada satu hal yang saya pelajari, hidup ini tak akan kekal dan manusia bukanlah makhluk yang sempurna karena hanya Tuhan yang Maha Sempurna. Berdamai dengan Tuhan, bagi saya menjadi nilai baru yang luar biasa.....


1 komentar:

  1. "Atau kisah teman dekat yang hanya
    lulusan SMA, dari kampung di Jakarta,
    mengawali karir sebagai penjaga pintu sebuah
    retail dan sekarang menjadi seorang Operational
    Manager. "

    BalasHapus